Jember,kabarejember.com
---Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember mendesak kepala daerah terpilih di Pilkada Serentak 2020 agar menciptakan keterbukaan informasi publik (KIP).
Ira Rachmawati, Ketua AJi Jember periode 2020-2023 menjelaskan, keterbukaan informasi publik adalah salah satu unsur dalam kehidupan berdemokrasi dan menjadi kewajiban bagi setiap pemerintahan daerah, agar masyarakat bisa turut mengontrol jalannya pemerintahan.
“Kita tidak mungkin membicarakan pemerintahan yang bersih (good governance) tanpa diiringi oleh keterbukaan informasi publik. Sudah satu dasawarsa perjalanan Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tapi prakteknya di daerah belum sesuai harapan,” papar Ira Rahmawati, Ketua AJI Jember periode 2020 – 2023 melalui siaran persnya pada Senin (28/12),
Dalam konteks Kabupaten Jember misalnya, AJI Jember menyoroti perihal indeks keterbukaan publik yang selama lima tahun terakhir selalu menempati peringkat paling buncit dibanding daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Berdasarkan survei tahunan yang dilakukan Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2018, Jember menduduki peringkat ke 27 dalam hal keterbukaan informasi publik, diantara total 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Keterbukaan informasi publik di Jember kian memburuk ketika pada tahun 2019, KI Provinsi Jawa Timur tidak bisa memberikan penilaian.
Sebab, Pemkab Jember tidak mengembalikan Self Assessment Questionnaire (SAQ) yang diberikan KI Provinsi Jatim kepada pihak pemkab.
Tak hanya di Kabupaten Jember, AJI Jember yang sudah berdiri sejak tahun 2006 ini juga meminta pemerintah kabupaten di wilayah Tapal Kuda juga memperhatikan keterbukaan informasi publik,
AJI Jember sendiri memiliki cakupan kerja di lima daerah yaknu Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang.
Selain itu AJI Jember juga meminta agar pemerintah kabupaten tidak melakukan intervensi terhadap independensi media.
“Praktik intervensi ini kerap terjadi. Dengan intervensi melalui iklan, media kesulitan untuk melakukan kerja jurnalistik yang independen. Sehingga media yang seharusnya mendorong transparansi kebijakan publik serta menjadi kontrol ssoail, justru menjadi sarana kapitalisasi dan pencitraan dari kepala daerah. Padahal, iklan media tersebut bersumber dari dana publik. Ini tentu menjadi ironi,” papar Ira.
Untuk mengawal transparansi publik di daerah, AJI Jember juga berencana untuk mendorong peran aktif lembaga non-pemerintah yang lain.
“Kita perlu bersama-sama dengan elemen masyarakat yang memiliki kepedulian, untuk bersama-sama mengawal transparansi kebijakan pemerintah daerah,” papar Ira.
AJI Jember juga mengajak seluruh pekerja media untuk bersama-sama mengawal kebijakan publik di masa pandemi, dengan tetap taat pada protokol kesehatan.
“Peran media yang kritis dan konstruktif, sangat dibutuhkan untuk mengawasi jalannya kebijakan pemerintah dalam mengatasi dampak dari pandemi. Selain untuk mencegah penyimpangan, kontrol media juga penting untuk mendorong kebijakan pemerintah yang tepat dan efektif di masa pandemi,” lanjut Ira.
Ia juga meminta agar jurnalis taat untuk menerapkan protokol kesehatan perlu ditekankan, untuk meminimalisir resiko jurnalis terpapar covid-19.
“Jurnalis dibutuhkan publik untuk bersama-sama menghadapi dampak pandemi. Karena itu kita mengajak rekan-rekan semua untuk senantiasa menjaga kesehatan dan keselamatan dengan senantiasa menjalankan protokol kesehatan,” papar jurnalis kompas.com ini.
Ira Rahmawati bersama Muhammad Faizin Adi Permana, terpilih sebagai Ketua dan Sekretaris AJI Jember dalam Konferensi Kota (Konferta) yang digelar pada Sabtu (26/12/2020).
Saat ini, AJI Jember sedang menyusun kepengurusan yang baru. Salah satu yang menjadi perhatian adalah dibentuknya Divisi Perempuan dan Kelompok Marginal pada kepengurusan AJI Jember 2020 – 2023.
“Pembentukan divisi ini untuk memperkuat advokasi dalam liputan-liputan terkait perempuan dan kelompok marginal. Terlebih selama beberapa waktu terakhir, kerap terjadi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kelompok marginal di Jember dan Banyuwangi, yang hal itu membutuhkan advokasi tersendiri,” papar Ira.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, konferta AJI Jember kali ini digelar secara daring, dengan melibatkan anggota yang ada di Jember, Banyuwangi dan Lumajang.
AJI Jember bersama AJI Bojonegoro, merupakan AJI Kota kedua yang menggelar konferta secara daring, setelah beberapa hari sebelumnya AJI Kendari menggelar hal serupa.
“AJI Indonesia memang menekankan kepada seluruh anggotanya untuk menaati protokol kesehatan, termasuk dalam hal Konferta. Karena kita tidak ingin, ada anggota yang terpapar Covid-19 setelah mengikuti konferta jika digelar secara konvensional (luring),” ujar Abdul Manan, Ketua Umum AJI saat memberikan sambutan secara daring, dari Jakarta dalam konferta AJI Jember.
Manan mengatakan industri media menjadi salah satu industri yang cukup terdampak dari pandemi yang sudah berlangsung selama 9 bulan ini.
Kondisi ini terutama menjadi tantangan sulit bagi jurnalis dengan sistem kontributor.
“Dalam rantai industri media, kontributor adalah kelompok yang paling rentan dan pertama kali terdampak ketika terjadi krisisi media. Banyak anggota AJI yang berstatus kontributor. Ini akan menjadi tantangan kita dalam setahun dua tahun ke depan, bagaimana kita membantu jurnalis yang terdampak,” tutur Manan.
Meski demikian, Manan mengajak seluruh jurnalis untuk tidak menggadaikan idealisme dan kode etik jurnalis karena alasan krisis.
“Walau dalam kondisi sulit, itu bukan alasan untuk mengurangi profesionalisme,” papar Manan.
Tantangan lain di tingkat nasional bagi jurnalisme, menurut Manan adalah soal kebebasan berekspresi di masa Jokowi yang kian memburuk.
“Kita tidak terlalu optimis dengan kebebasan berekspresi di masa Jokowi ini. Tewasnya lima mahasisiwa dalam demo menolak omnibus law kemarin misalnya, sama sekali tidak ada respon dari Presiden Jokowi,” ujar jurnalis Tempo ini.
Ancaman kebebasan berekspresi di era Jokowi ini juga seiring dengan turunnya indeks demokrasi di Indonesia beberapa waktu terakhir.
The Economist Intelligence Unit (EIU) misalnya, menyebut dalam tiga tahun terakhir, skor indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan.
Namun dalam konteks publik, Manan mengajak semua pihak untuk tidak putus asa dalam merawat demokrasi di Indonesia.
“Tetapi kita tetap harus menaruh harapan. Karena harapan adalah enegi bagi kita untuk terus berjuang,” pungkas Manan.
(mia/afa/muk/hms )