--Peristiwa pelarangan peliputan terhadap Wartawan kembali terjadi ketika beberapa wartawan dari berbagai media hendak meliput rombongan Komisi D DPRD Jember melakukan kunjungan atau Sidak (inspeksi mendadak) ke pabrik semen PT Imasco Asiatic Puger terkait dugaan pengaduan empat buruh yang dipecat sepihak oleh PT. Imasco Asiatic, Senin 15 Pebruari 2021.
Larangan menjalankan tugas wartawan ditanggapi oleh Totok Sumianta, Pimred media online dan cetak ini mestinya hal itu terjadi, apalagi wartawan satu rombongan dengan anggota dewan, "Saya menyanyangkan sikap perusahaan tersebut, karena apa, wartawan bertugas itu dilindungi UU Pokok Pers, pasti ada kesan yang tidak beres akhirnyab ditutupi," ungkapnya.
“Tindakan perusahaan asing yang tertutup seperti ini jelas menghambat tugas wartawan, sehingga wartawan kesulitan mengakses informasi, ini jelas melanggar Undang-Undang Kebebasan Pers, dan dapat dipidanakan", katanya.
Selain itu, imbuh Totok, PT. Imasco Asiatic tidak mengindahkan peraturan tentang keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No 14 tahun 2008, yang seharusnya PT. Imacso Asiatic harus memberikan informasi secara terbuka terkait ketenagakerjaan.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi D DPRD Jember, Gembong Konsul Alam, menyesalkan tindakan PT. Semen Imasco Asiatic yang tidak memperkenankan wartawan mengikuti rombongan DPRD Jember, tanpa alasan yang jelas dan terkesan menutup diri.
Kehadiran rombongan DPRD Jember dipicu masukan dari LSM GMBI distrik Jember tentang adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan sepihak terhadap karyawannya bahkan pemecatan dilakukan hanya melalui pesan Whatsapp.
Sidak dalam rangka mengetahui langsung kondisi dan situasi dalam pabrik, karena menurut penyampaian buruh kepada DPRD mengaku diperlakukan secara diskriminatif antara buruh lokal dengan asing. Imasco disebut menerapkan aturan ketat bagi buruh lokal agar tetap berada dalam pabrik tanpa diperbolehkan keluar selama 8 bulan tanpa bisa bertemu dengan keluarga meskipun jarak rumahnya dekat. Sementara tenaga kerja asing diperbolehkan pulang ke negaranya setiap 3 bulan sekali.
Parahnya lagi, PT. Imasco Asiatic tidak menyediakan fasilitas ibadah berupa masjid, sehingga karyawan lokal yang mayoritas beragama Islam tidak dapat menunaikan ibadah sholat Jumat.
"Dengan sangat tertutupnya Imasco terhadap instansi pemerintah dan masyarakat, saya khawatir pendirian perusahaan di Indonesia sebagai kamuflase untuk menciptakan lapangan tenaga kerja untuk warga negara asing. Perilaku perusahaan yang mengabaikan ketentuan seolah-olah menjadi negara dalam negara,” pungkasnya. (her)