JEMBER,kabarejember.com
- Diperiksa Kejaksaan Negeri Jember (Senin 1 Maret 2021) atas laporan dugaan penyimpangan bantuan dana APBD Jember ke Yayasan Bina Sehat Jember sebesar Rp 570 juta, dr Faida MMR, Bupati Jember periode 2016-2021, akhirnya angkat bicara. Usai diperiksa kejaksaan, Faida menjelaskan bahwa sebenarnya masalah tersebut sempat menjadi bahan hak angket berujung Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang diajukan DPRD Jember kepada dirinya selaku Bupati Jember.
Hasilnya Mahkamah Agung menolak melalui putusan Nomor 2 P.KHS/2020 tentang Perkara Khusus Hak Uji Pendapat antara DPRD Jember melawan Bupati Jember. Termasuk soal bantuan ke yayasan Bina Sehat, Mahkamah Agung juga telah memutuskan, tidak ada penyimpangan atau korupsi seperti yang dituduhkan karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Jadi semuanya sudah clear dan sudah ada putusan Mahkamah Agung terkait bantuan tersebut. Tidak ada niat sedikitpun dari saya untuk korupsi, apalagi mengambil keuntungan pribadi. Semuanya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Faida.
Menurut Faida, selama ini dirinya memilih diam dengan tuduhan dan fitnah yang mengarah kepadanya. Namun, kali ini dia harus membuka hasil putuan MA tersebut agar tidak menimbulkan opini negatif dan persepsi yang salah pada dirinya. Apalagi, kini sudah tidak lagi menjabat Bupati Jember.
Menurut Faida, dalam surat putusan MA Nomor 2 P.KHS/2020 dijelaskan, dalam hak angket DPRD No 8 Tahun 2000, DPRD Jember sempat dinyatakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan panitia angket DPRD Jember dan juga berdasarkan ketentuan yang berlaku, pemberian bantuan pemerintah pada tahun 2016 sebesar Rp 570 juta kepada Yayasan Rumah Sakit Bina Sehat Jember diduga terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Yang perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Kemudian, berdasarkan hasil penyelidikan panitia angket mengindikasikan terjadinya pelanggaran ketentuan Peraturan pemerintah No 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah. Bahwa kerjasama dengan pihak ketiga yang engunakan sumber dana APBD haus melalui ersetujuan DPRD.
Selanutnya, kata Faida, terhadap pendapat DPRD Jember tersebut, Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya menyatakan, bahwa apa yang dilakukan dirinya saat menjabat bupati Jember sudah benar dan tidak menyalahi aturan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mahkamah Agung dalam putusannya menegaskan, bantuan pemerintah kepada Yayasan Bina Sehat sebesar Rp 570 juta merupakan bantuan keuangan yang diberikan oleh Kepala Daerah yang dananya bersumber dari Biaya Penunjang Opersional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Mahkamah Agung dalam putusannya juga menjelaskan, Bantuan keuangan tersebut bukanlah merupakan bentuk `Kerjasama Pemda Jember dengan pihak ketiga` sebagaimana pendapat DPRD , melainkan bantuan keuangan biasa dari Kepala Daerah , sehingga tidak relevan menggunakan PP Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah.
Tidak hanya itu, Mahkamah Agung juga menegaskan, bantuan kepada Yayasan Bina Sehat tersebut juga bukanlah dana hibah. Maka mekanismenya tidak tunduk pada peraturan mengenai hibah, baik peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 123 Tahun 2018 maupun Peraturan Bupati Jember Nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman Pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Pemerintah Kabupaten Jember.
Terkait bantuan keuangan yang berasal dari Biaya Operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dijelaskan dalam putusan Mahkamah Agung, biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember tahun anggaran 2016 tanggal 23 Desember 2015. Kemudian tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2015 tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2016 tanggal 23 Desember 2015 serta Dokumen pelaksanaan anggaran DPA Nomor 89/DPA-SKPD2016.
Menurut Mahkamah Agung dalam putusannya, dasar hukum pengganggaran Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam APBD adalah Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Biaya Penunjang Operasional adalah biaya untuk mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil Kepala Daerah, Dalam ketentuan Pasal 8 Huruf h PP Nomor 109 tahun 2000 diatur bahwa biaya penunjang operasional tersebut dipergunakan salah satunya untuk penanggulangan kerawanan sosial masyarakat.
Mahkamah Agung juga memutuskan, terkait proses pemberian bantuan kepda Yayasan Bina Sehat telah sesuai dengan peraturan Menteri dalam negeri Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 tahun 2011.
Prosesnya dimulai dari pengajuan proposal bantuan dari ketua Yayasan Bina Sehat kepada Bupati Jember mengenai bantuan biaya operasi dan screening pasien duafa. Kasus katarak, hernia, polydactiliy, CTEV, bedah saraf, dan khitan warga Jember. Atas proposal tersebut, kemudian bupati memberikan disposisi kepada Kepala bagian umum yang pada intinya memberikan persetujuan atas permohonan tersebut.
Selanjutnya, bagian Umum selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mengelola anggaran operasional Bupati, menindaklanjuti dengan melakukan penelitian kelengkapan dan keabsahan dokumen yang dilakukan oleh pejabat Penatausahaan keuangan satuan kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) dalam rangka untuk penerbitan Surat perintah Membayar (SPM-LS) kepada Kuasa Bendahara Umum Daerah.
Berdasarkan hasil penelitian PPK-SKPD, selanjutnya diterbitkan Surat perintah membayar Langsung (SPM-LS) yang ditandatangani Kuasa Pengguna Anggaran (Kepala Bagian Umum Sekretariat daerah). Setelah itu, kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyampaikan (SPM-LS) dengan surat pengantar kepada Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah untuk diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dijelaskan pula dengan gamblang dalam putusan MA, bahwa SPM beserta dokumen kelengkapan dari KPA diterima oleh Kuasa Bendahara Umum Daerah pada tanggal 30 Desember2016. Kemudian Kuasa Bendahara Umum Daerah menerbitkan Surat Perintah pencairan Dana kepada bendahara Pengeluaran Operasional bupati dan Wakil Bupati pda tanggal 30 Desember 2016.
Berdasarkan SP2D dari Kuasa bendahara Umum Daerah. Kemudian Bendahara Pengeluaran Operasional Bupati dan wakil Bupati memproses pencairan dana bantuan kepada Yayasan Bina Sehat sebesar Rp 570 Juta.
Bedasarkan tahapan-tahapan pencairan dana kepada yayasan Bina Sehat tersebut, Mahkamah Agung akhirnya memutuskan, apa yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 216 dan 217 peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 tahun 2008 tentang pedoman Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007. Mahkamah Agung juga memutuskan dari bukti dan data yang ada, bahwa penyaluran bantuan kepada Yayasan Bina Sehat dan penerbitan SP2D, tidak menyalahi peraturan dengan dasar bahwa pengeluaran yang diminta tidak melebihi pagu anggaran DPA-SKPD dan SPD yang tersedia mencukupi, didukung dengan kelengkapan dokumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta diterbitkan tidak melebihi jangka waktu 2 hari sejak SPM diterima.
Mahkamah Agung dalam putusannya juga menegaskan, bahwa Yayasan Bina Sehat tidak memberikan keuntungan pribadi dan keluarga, karena bantuan tersebut seluruhnya diperuntukkan bagi warga Jember (pasien duafa) sebagai pelaksanaan aksi kemanusiaan berupa operasi gratis (kasus katarak, hernia, polydactily, CTEV, bedah saraf, dan khitan) bagi masyarakat tidak mampu/duafa yang dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya.
Dalam kegiatan kemanusiaan tersebut, ada 1.201 pasien yang diberikan bantuan dengan rincian sebagai berikut. Untuk pasien kasus bedah saraf sebanyak 29 pasien, 110 pasien kasus hernia, dan 1.009 pasien kasus katarak.
“Semuanya sudah saya jelaskan saat pemeriksaan. Sebagai warga yang baik saya mentaati dan hadir dalam pemeriksaan. Sehingga masyarakat tidak beropini negatif terhadap saya yang selama ini dituduhkan,” ujarnya.
Faida menambahkan, masalah tersebut sebenarnya juga sudah pernah dilaporkan dan sudah disidangkan dan diputus oleh Pengadilan Negeri Jember. Melalui putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 67/Pdt.G/2019/PNJmr dan gugatan penggugat tidak dapat diterima. (tim/red)